Kondisi Atau Aspek Lain
1.
Kelembagaan Masyarakat
2.
Kultur, kondisi sosial
3.
Pemerintahan
4.
Aspek kekotaan
Perkembangan Kecamatan
Randublatung bermula pada saat ada seseorang yang menemukan pohon randu di
suatu daerah. Penemuan tersebut terjadi pada saat sedang beristirahat pada
pengelanaan yang dilakukan. Tempat tersebut ingin dijadikannya sebagai daerah
baru bagi perkampungan baru yang dihuni penduduk. Perkembangan Kecamatan
Randublatung dimulai sejak jalan Randublatung-Cepu dijadikan sebagai jalur
alternative yang menghubungkan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Seiring
berjalannya waktu, jalur ini pun semakin ramai dan secara langsung berdampak
pada perkembangan desa atau kelurahan yang dilalui oleh jalur tersebut.
Perkembangan ativitas di
Kecamtan Randublatung semakin meningkat dan bervariasi. Tercermin dengan
semakin banyaknya jumlah fasilitas dan juga bertambahnya jumlah penduduk. Hal
ini mengindikasikan bahwa Kecamtan Randublatung sudah lebih bersifat kota.
Dapat dilihat antara lain menggunakan metode perhitungan kepadatan penduduk dan
metode traffic counting. Kepadatan penduduk total Kecamatan Randublatung adalah
3,5035 jiwa/km2, sedangkan Kabupaten Blora secara keseluruhan kepadatan
penduduk adalah 471,7564 jiwa/km2. Dapat
diartikan bahwa ciri tingkat kekotaan di Kecamtan Randublatung cukup tinggi,
karena berada pada urutan kelima dari 16 kecamatan di Kabupaten Blora.
Adanya keberagaman aktivitas
kekotaan di Kecamtan Randublatung dapat menggambarkan secara nyata bahwa
terjadi suatu perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan tersebut
membuat suatu daerah memiliki suatu mobilisasi tertentu, tercermin dari
mobilisasi yang terjadi. Salah satu metode yang digunakan untuk mencerminkan
hal tersebut dapat dilakukan dengan cara traffic counting.
Traffic counting yang dilakukan
dibagi menjadi dua daerah amatan, yaitu Jalan Randublatung-Cepu dan salah satu
ruas jalan di Desa Sambongwangan. Pemilihan daerah ini didasarkan pada
aktivitas yang ada di kedua jalan tersebut berbeda, sehingga dapat mewakilkan
dari semua ruas jalan di Kecamatan Randublatung yang memiliki karakteristik
serupa. Jalan Randublatung-Cepu dengan dengan lebar jalan 7 meter mewakili
daerah dengan aktivitas padat-sedang. Sedangkan pada ruas jalan lingkungan di
Desa Sambongwangan yang memiliki lebar jalan ± 250 cm mewakili daerah dengan
aktivitas lengang.
Hasil
yang didapat adalah Jalan Randublatung-Cepu dapat memiliki tingkat mobilisasi
yang tinggi dibanding dengan ruas jalan lingkungan di Desa Sambongwangan.
Mobilisasi terjadi paling tinggi pada waktu pagi hari, pukul 07.30-08.30. Hal
ini disebabkan oleh aktivitas seperti sekolah dan pegawai negeri beraktivitas
pada pagi hari. Sedangkan pada ruas jalan lingkungan di Desa Sambongwangan yang
memiliki mobilisasi tertinggi pada pukul 16.00-17.00. Berdasarkan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa Kecamatan Randublatung memiliki ciri kekotaan
dengan adanya perkembangan aktivitas perkotaan. Secara lebih spesifik, ciri
kekotaan lebih terlihat berada pada Jalan Randublatung-Cepu. Hal ini berimbas
pada daerah yang ada disekitar jalan tersebut, yaitu perkembangannya dari segi
aspek infrastruktur hingga aspek perekonomian memiliki kondisi yang lebih baik
dari segi kualitas dan juga kuantitas. Daerah yang berada disekitar Jalan
Randublatung-Cepu antara lain adalah Desa Pilang, Kelurahan Wulung, Kelurahan
Randublatung, dan Desa Kutukan. Terbukti pada beberapa penjelasan tiap aspek
yang sudah disebutkan sebelumnya, desa atau kelurahan tersebut berada pada
tingkat tertinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar